Harvey masih teringat tentang Selena yang melemparkan bubur padanya beberapa hari yang lalu.
Murka, angkuh, seperti kucing yang pemarah.
Tidak seperti sekarang, dia berdiri di pinggir dengan kepala tertunduk dan gelisah, seakan menyembunyikan semua senjatanya.
Di hadapan Harvey, Selena menahan rasa janggal dan tidak nyaman di hatinya. Lalu, dia berkata dengan pelan, “Aku ingin meminta bantuanmu.”
Harvey tertawa sejenak, lalu menyilangkan kakinya dan mengambil sebatang rokok dari
kotaknya. Tampak ekspresi sinis di wajahnya.
“Selena, kamu lagi main sandiwara apa hari ini?”
Tak jauh dari sana, ada seorang anak muda kaya bernama Victor Marama. Pemuda ini bisa dikatakan memiliki pandangan yang tajam. Victor melihat bahwa Harvey bersikap berbeda
kepada Selena, sehingga dia pun segera berjalan maju dua langkah.
“Semua orang di sini ingin meminta bantuan Pak Harvey? Nona, meminta bantuan orang lain
mana boleh dengan cara tidak tulus begini? Kamu bahkan tidak menyalakan rokok untuk Pak
Harvey.”
Selena didorong oleh seseorang ke sisi Harvey, sedangkan Harvey sendiri sedang bersandar di
dengan perasaan
bersikap dingin dan selalu menentang selama dua tahun terakhir, Harvey dulunya lebih sopan dan bisa mengontrol diri. Bahkan dia tidak pernah merokok di depan Selena.
dua kancingnya, lampu
tampak lebih muram.
memegang korek api dan menatap mata Harvey yang suram, seolah–olah ingin
tidak konsisten dan suka
akan berpikir apa tentang dirinya, Selena mengangkat kakinya
lutut di sofa,
Selena hanya bisa merendahkan
menundukkan kepalanya, lalu wajahnya menampakkan senyuman dingin yang
kamu pernah bilang, meski kamu jatuh dari lantai tujuh, kamu tidak akan pernah
meminta bantuanku.”
1/3
Pukulan ini datang terlalu cepat Reperti hadaikan
bagaimana Harvey memandang dirinya, Selena membungkuk lebih rendah, suaranya pun terdengar semakin merendah. “Tuan
pernah membiarkan wanita mendekatinya, justru membiarkan Selena berjalan mendekatinya. Meskipun wanita ini berpakaian agak tertutup, tetapi
yang seperti ini.
untuk Selena, lalu mengetuk–ngetuk meja dengan jarinya dan berkata,
saja sudah cukup
minum
menopang kepalanya dengan satu tangannya sambil berkata, “Kamu mau mengarang alasan apa lagi? Badanmu tidak sehat atau punya penyakit
menyakitkan. Selena tidak terlalu bisa minum, tetapi Harvey selalu
Update Bab 83 of Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat by Jus Alpukat
With the author's famous Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat series authorName that makes readers fall in love with every word, go to chapter Bab 83 readers Immerse yourself in love anecdotes, mixed with plot demons. Will the next chapters of the Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat series are available today.
Key: Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat Bab 83