Bab 213 

Sejak kecil Samara hidup di desa, tidak biasa hidup dimanja. 

“Asta, saya bisa tidur di sofa.” 

“Kamu merasa sayang melihat saya tidur di sofa?” telapak tangan Asta semakin erat mencengkram pergelangan tangannya, “Mulai sekarang, sepatah kata lagi kamu ucapkan maka kita akan tidur bersama sama di atas ranjang.” 

Samara menundukkan kepalanya, tidak berdebat lagi dengannya. 

 

Jika….. 

Dia benar benar tidur seranjang dengan Asta, dirinya tidak berani membayangkan akibat yang akan terjadi selanjutnya. 

Hari ini jika bukan tiba tiba diinterupsi oleh Wilson, mungkin dia begitu saja telah menjadi milik Asta. 

Dua orang itu berpisah. 

Samara kembali ke kamar tamu yang disiapkan oleh nenek, sedangkan Asta tidur di sofa ruang tamu. 

Gedung kecil itu jauh dari kota, malam hari di sekitarnya terasa sepi, hanya terdengar suara desau angin yang meniup dedaunan dan suara jangkrik yang mengerik. 

Jelas suasana sangat tenang dan nyaman, tetapi Samara malah tidak bisa tidur. 

Dia meringkuk tubuhnya, banyak pikiran yang terbersit di benaknya. 

Dulu waktu dia tidak bisa pulas, benaknya akan penuh pikiran tentang dia, tentang ibunya, dan dendam kakeknya. 

Tetapi– 

Malam ini, di dalam benaknya yang dipikirkan olehnya adalah Asta. 

yang kuat, sifat mengasihinya, kelembutannya…..masih ada lagi dia yang selalu muncul tepat waktu setiap kali dirinya

batang kayu

hanya saja dia tidak

— 

** 

*** 

– 

dirinya begitu saja….terjerumus

Keesokan harinya. 

bau susu kacang kedelai buatan

Asta dan nenek

“Selamat pagi.” 

bangun Nona Samara? Ayo cicipi susu

“Baik.” 

berjalan ke arah

boleh duduk berdampingan dengan Asta, tetapi dia malah sengaja berputar dan duduk di samping nenek Judie, duduk berpisah

 

dengan pandangan

tidak melihatnya, dia mengangkat mangkuk porselen berisi susu kedelai dan meminumnya seteguk, lalu berpaling dan berkata kepada nenek Judie: “Nenek, susu kedelai kurma merah buatanmu manis dan wangi, sangat

kamu ingin minum, boleh datang kemari

“Baik.” 

bunga osmanthus yang kemarin, Samara benar benar suka dengan susu kedelai buatan nenek

ci seekor anak 

memegang mangkuknya lalu minum seteguk demi seteguk, se kucing,

timbul hasrat.

yang selalu timbul di benaknya untuk senantiasa memperingatkan dirinya

dan besar, belum menyelesaikan semua balas dendamnya, dia tidak boleh mengizinkan dirinya memiliki keinginan

semangkuk lagi di dapur.”

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255