Bab 159 

“Benar,” 

Menghadapi pertanyaan dari Asta, Borris juga menjawab dengan lantang. 

“Oliver adalah cicit kandungku, dia berbuat salah dan tidak mau mengakui kesalahannya, kenapa saya tidak boleh memukulinya untuk mendidiknya?” Borris berjalan dengan gemetar ke hadapan Asta dan berkata dengan serius, “Lantas kamu sedang mempertanyakan keputusanku?” 

Mata tajam Asta terlihat dingin dan cahaya di matanya menjadi redup. 

“Kakek, Oliver adalah putraku.” Asta menyambut tatapan Borris, “Kalau dia berbuat salah, saya bisa mendidiknya sendiri, kedepannya kumohon padamu agar tidak menggunakan caramu mendidik saya dan Alfa untuk mendidik Oliver dan Olivia.” 

“Kamu––––” 

“Kakek, seharusnya kamu sangat mengerti apa maksudku kan.” 

Asta tidak menggunakan kata–kata kasar, namun setiap kata yang keluar dari mulutnya terdengar sangat keras. 

“Asta, kebetulan Samantha juga ada disini, hari ini ada sesuatu yang sebaiknya kita bicarakan secara terbuka.” Borris menunjuk Samantha, “Dia adalah orang yang melahirkan Oliver dan Olivia, dan kamu sampai sekarang masih tidak memberinya sebuah status, pria macam apa kamu?” 

“Lima tahun lalu, saya hanya menganggap dia sebagai ibu kandung Oliver dan Olivia, saya tidak pernah berjanji memberikan status apapun kepadanya.” 

Perkataan itu. 

Membuat Borris tersentak. 

wajah Samantha juga menjadi sangat jelek, lihatlah, selama lima tahun inilah sikap yang selalu ditunjukkan Asta

kandung Oliver dan Olivia, kenapa dia bisa bersenang–senang dengan seorang wanita yang sudah mati, namun tidak sudi memberikan kesempatan untuk berbagi satu

percis, sebagian

tidak

sangat tulus pada anak–anak!” Samantha menangis dan mengeluh,

“Saya tidak peduli.” 

Asta memperlakukan Samantha seperti ini,

anak untukmu, tapi kamu malah tidak menghargainya.” Wajah

tidak mengizinkanmu

dia, kamu bahkan tidak menginginkan

dengan erat, dan berusaha menenangkan dirinya untuk sesaat sebelum

oleh wanita itu.” Borris berkata dengan

itu Asta langsung melangkahkan kakinya keluar.

“Kamu mau kemana?” 

dan Olivia.”

: “Tidak perlu kamu yang jemput, saya bisa menyuruh

melangkahkan kakinya keluar dari

“Asta! Kembali kemari!” 

namun itu sama sekali tidak mengubah keputusan Asta.

tersedu–sedu, matanya memerah dan bengkak : “Kakek...saya kalah...saya sudah melakukan banyak hal untuk Asta, tapi dia

Samantha dan merasa sedih, “Asalkan saya

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255