Bab 915

“Kenapa begitu?” tanya Raditya sembari memicingkan matanya sambil menatap dengan dingin.

“Perintah ini perintah dari atas. Kami tidak menanyakan alasan spesifiknya.”

Lalu, Raditya menutup mata sebentar sambil merenung. Perintah dari atas Kakek sudah pensiun. Siapa sebenarnya yang ikut campur dengan misi saya?

“Baiklah, kalian lanjutkan misi itu. Kalau ada kemajuan, segera laporkan kepada saya.”

“Siap. Kami berharap Pak Raditya memercayai kemampuan kami untuk menyelesaikan hal ini dengan sangat baik.”

“Saya yakin,” jawab Raditya seraya mengangguk setuju.

Setelah pertemuan itu, empat bawahan Raditya tetap duduk sambil mencuri pandang ke arah Raditya tatkala pria itu sedang fokus berpikir. Setelah beberapa lama, Raditya meminta para bawahannya untuk pergi. “Silakan tinggalkan ruangan. Saya perlu menelepon.”

Keempat bawahan Raditya segera berdiri dan pergi meninggalkan ruangan. Di ruang konferensi yang sunyi, Raditya sedang menelusuri kontaknya. Dia berhenti saat melihat nomor yang sudah lama tidak dihubunginya. Kemudian, Raditya menelepon nomor itu tanpa ragu.

“Halo!” Terdengar sapaan dari ujung telepon. Suara pria di ujung lainnya terdengar dalam dan menarik, memancarkan aura superioritas.

mengganggu misi saya?” tanya Raditya sembari menggosok alisnya.

kamu tidak cocok untuk misi

tidak cocok dengan misi ini?”

dengan kematian

Raditya berubah menjadi dingin. Kebencian mendalam terlihat dari mata Raditya. Ketika pria itu

dengan misi ini,” Raditya menarik napas dalam–dalam sembari memohon kepada pria

bisa,” jawab orang

lalu melompat dan berteriak ke telepon, “Paman, ini satu–satunya kesempatan saya untuk membalaskan dendam Ayah. Kenapa

menghentikanmu karena kamu itu satu–satunya putra yang dimiliki ibumu dan kamu itu satu–satunya keponakan saya. Saya tidak

saya tidak

kamu tidak mematuhi perintah saya, saya akan memindahkanmu

posisimu.”

melawan dan enggan begitu mendengar ancaman pamannya. Lalu, Raditya menggeram marah ke telepon sembari berkata, “Hanya karena Paman adalah wakil presiden bukan

pamanmu. Meskipun saya hanya empat tahun lebih tua, saya tetap seniormu. Tidak ada yang perlu dibahas lagi tentang masalah ini. Saya harus menghadiri rapat,” kata paman Raditya dengan tegas, lalu dia

køkoh itu agak retak. Lalu, dia mencengkeram rambutnya sambil mengerutkan alis dengan kesal. Lagi–lagi dia melihat ponselnya dan mengangkatnya. Setelah dia menemukan nomor yang dituju, dia menarik

Apa itu kamu, Raditya?” Terdengarlah

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255