Bab 17 Ayo Kita Pulang

Vivin mendeham dan berusaha terdengar santai. Dia tidak ingin Finno tahu apa yang terjadi. “Oh, akhirnya aku tidak jadi makan bersama mereka. Aku masuk angin jadi aku pamit.”

Di seberang sana, Finno tidak langsung menjawab. Dia merasa ada yang tidak beres tapi dia sedang mempertimbangkan untuk menanyakannya atau tidak. “Kau di mana sekarang?” Akhirnya dia memutuskan untuk tidak buru-buru bertanya, dia ingin memberinya ruang untuk bercerita. nantinya.

“Yah, aku di area Rumah Mewah Yasawirya. Kenapa kau tidak makan duluan? Oh ya, Tolong bertahu Mbak Muti untuk menyiapkan sup, ya? Aku akan makan begitu sampai rumah.”

Tiba-tiba hening. Ternyata ponsel Vivin mati karena kehabisan baterai.

Sial! Kenapa harus sekarang?Bagaimana caranya aku pulang?

Dia mencoba menyalakannya kembali tetapi tidak bisa. Dia menghentakkan kakinya dengan frustrasi dan merasa putus asa mencari dan mengingat-ingat lokasi halte bus terdekat.

Tak lama kemudian dia merasa sakit yang tajam di pergelangan kakinya. Haknya yang tinggi membuat kulitnya melepuh dan terasa amat sakit.

Vivin mengerang kesakitan dan menggelengkan kepalanya dengan lemah. Itu benar-benar hari sial baginya.

Area Rumah Mewah Yasawirya sangat luas dan rasanya ia masih berada di tempat yang sama meski telah berjalan selama beberapa menit.

Malam semakin dingin, sepoian angin yang bertiup menembus tubuhnya. Ketika getaran mulai menjalari tulang punggungnya, dia segera menarik kardigannya lebih erat ke tubuh campingnya sembari terus berjalan.

Tepat saat dia akan berbelok ke jalan lain, tiba-tiba ada cahaya yang menyilaukan menyorot kearah matanya.

itu taksi atau bukan. Yang membuatnya cemas, ternyata itu adalah

di lingkungan

dan melihat lebih dekat mobil yang

Mobil ini terlihat tidak

mendekat dan akhirnya berhenti tepat di depannya.

dari mobil dengan menarik kursi rodanya.

1/3

itu adalah

dalam gelap, jadi Vivin tidak bisa melihatnya dengan jelas. Tapi dari postur tubuh dan

saat-saat tersulit dalam hidupnya, bahkan tanpa diharapkan, kali inipun dia

depan Vivin. Ketika Finno menatapnya, senyum kecil mekar pada wajah Vivin. Dia terlihat kaget, namun

Finno menggoda dengan

“Tentu saja aku senang

Dia senang melihatnya.

selalu menjadi cahaya di

senyum puas di wajahnya, Finno berseri-seri senang. “Ayo

lupa akan rasa sakit di pergelangan kakinya saat dia berjalan ke arah pria itu.

Finno melihatnya mengerang

berhenti di pergelangan kakinya. Alis Finno berkerut saat dia

di plester ketika sampai rumah.” Tapi sebelum Vivin

tidak nyaman saat sensasi panas menyebar

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255