Bab 1037

“Devina, kamu sudah gila.” Tuan Besar meraung marah, “Turunkan pistolmu!!!”

“Aku sudah tahu...” Devina menatap ayahnya dengan perasaan sakit hati, “Pada saat–saat penting Ayah tetap memihak cucu Ayah itu.”

“Perkataannya benar, tidak seharusnya Ayah membantumu.” Tuan Besar marah hingga gemetar, “Segera turunkan pistolmu, lalu pergi ke kantor polisi dengan Daniel...”

“Aku tidak mau!!” Devina meraung marah, “Mati pun aku tidak mau dipenjara.” Aku adalah putri yang dibanggakan, bagaimana mungkin mendekam di penjara??”

“Bukankah Ayah bilang mau menolongku? Bukankah Ayah bilang mau mengirimku pergi? Mengapa beberapa perkataannya sudah membuat Ayah goyah?”

“Aku juga bermarga Wallance, aku adalah putri kandung Ayah! Mengapa Ayah bisa begitu kejam???”

Devina terus meraung hingga meneteskan air mata. Dia merasa tali penyelamatnya yang terakhir menyerah terhadapnya.

Dia tidak mengerti, mengapa ayahnya begitu kejam terhadapnya.

Dia juga bermarga Wallance, bahkan lebih dekat dengan ayahnya daripada Daniel.

Mengapa ayahnya berbuat seperti itu padanya?

mengejar kemari, kamu tidak akan bisa kabur. Satu–satunya jalan keluarmu sekarang adalah ikut Daniel pergi ke kantor

Val

yang terakhir diteriakkan hampir dengan seluruh kekuatannya. Tuan Besar sangat

mengetahui jejak keberadaan Ayah? Bukankah karena diberi tahu oleh pengkhianat ini?” Devina sama sekali tidak memercayai Daniel, “Di depan Ayah, dia mengatakan mau membawaku

“Kamu...”

ada waktu lagi.” Daniel tidak ingin bicara omong kosong dengan Devina lagi, maka dia langsung menodongkan pistol ke arah Devina, “Aku hitung sampai tiga. Jika kamu masih tidak melepaskan

mengarahkan pistol ke kepala Sanjaya, “Anjing–anjing seperti kalian dibimbing oleh orang tua ini, kalian malah berani melihatnya mati?

ini sangat berguna, membuat Thomas, Ryan, dan pengawal yang

semua diambil oleh Sanjaya dari panti asuhan, juga dibimbing olehnya. Sekarang mengambil nyawanya sebagai taruhan,

kamu jangan menggila lagi, cepat

lumpuh, hanya bisa duduk di dalam mobil dan tidak bisa turun, maka dia hanya bisa bersandar di tepi pintu dengan perasaan

mundur!” Devina berseru

lepaskan Paman Sanjaya. Jika

bersiap menekan pelatuk. Berdasarkan pengalaman bertarungnya, pada saat ini, bertaruh siapa yang lebih kejam dan cepat. Begitu mundur,

menembak, ya?” Devina langsung

“Ahh...”

hampir jatuh

“Paman Sanjaya...”

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255