BAB 6 I Pillow Talk
 

Sore itu Via menanyakan apa yang ingin Sean makan, pria itu hanya mengatakan ingin makan ayam, sehingga Via memutuskan memasak sup. Hari ini Sean juga belum mengizinkan Via untuk kembali bekerja, sehingga dia mengisi kebosanan dengan melakukan apa saja. Tetapi saat tadi Via menonton drama di Televisi, lagi-lagi berita tentang Sean dan Evelyn memenuhi layar kaca, sehingga Via mematikan layar plasma tersebut dengan hati menahan tangis. Via menjadi trauma setiap kali melihat Televisi, karenanya dia memutuskan untuk tidak menyalakan benda dua puluh Sembilan inch tersebut hingga malam tiba.

Setelah sup ayam buatannya matang, Via mendengar suara pintu yang dibuka. Tak lama setelahnya sosok Sean muncul dari arah ruang tengah. Pria itu tersenyum menatapnya yang masih kucel dibalut apron merah muda yang warnanya telah pudar.

“Aku dapat mencium baunya dari parkiran,” kata Sean menggoda.

Via tertawa karena jarak parkiran dan unit mereka sangatlah jauh. Tidak mungkin dapat tercium hingga ke basement.

“Bersiap-siaplah, akan kuhidangkan makan malamnya.”

Sean mengecup pipi Via sebelum beranjak menuju kamar.

Melihat punggungnya menghilang dari pandangan, sebulir air mata Via jatuh menyentuh permukaan meja. Dia menghapusnya cepat, takut tertangkap basah menangis tanpa sebab.

Lima belas menit kemudian, Sean kembali ke meja makan yang sudah terhidang makan malam dengan penampilan fresh sehabis mandi, rambut hitamnya basah berantakan sehabis keramas. Pria itu menghampiri dengan mata menatap Via penuh kagum dan terima kasih.

“Kau selalu tahu apa yang ingin kumakan setiap malam,” ucap Sean sembari melahap suapan pertama.

Hanya senyuman yang Via berikan. Dia juga ikut menikmati makan malamnya.

“Apa badanmu sudah baikan?” Sean menaruh punggung tangannya di kening Via yang ternyata bersuhu normal.

“Sudah jauh lebih baik dari kemarin,” jawabnya sedikit berbohong, karena terkadang Via masih merasa mual dan sakit di persendian.

Keduanya kembali makan dalam keheningan, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang beradu piring.

………………………………………………

Sean mengecup lembut kening Via begitu hasratnya tersalurkan. Dia menarik beban tubuhnya dari atas gadis itu dan tidur telentang di sebalah sedang satu tangan masih melingkar di tubuh Via, seolah tidak ingin melepas kontak kulit mereka.

“Kemarin aku pergi bersama Daren ke toko roti yang sering dia kunjungi, aku lupa membawakan beberapa roti untukmu. Lain kali kita bisa pergi ke sana bersama,” kata Sean yang mulai diselipi kantuk.

“Tidak apa. Kita bisa ke sana jika kau sempat saja,” jawab Via sama lelahnya.

kupinjamkan uang untuk

ingat akan mimpinya untuk memiliki toko roti sendiri. Mereka sering membahas toko roti impian Via. Bahkan mungkin Sean sudah hapal bagaimana design yang Via bayangkan untuk toko

di Luna Star. Biarkan mimpi itu jadi

ada salahnya membuka toko roti itu selagi kau bekerja denganku,” saran Sean kembali yang ditolak

kau memikirkan impianku, tetapi rasanya salah meminjam uang darimu. Kau sudah sangat

lebih seperti transaksi bisnis. Dia tidak ingin Sean membantunya karena takut Sean berpikir dia bersama pria itu hanya demi materi. Bantuan kecil awalnya kini telah menjadi besar. Bahkan setengah

padaku bila suatu saat nanti kau

memperpanjang diskusi, Via memberi anggukan seakan

logo untuk toko

jawab Via

mendengar jawaban Via yang

“Mengapa merpati?”

filosofinya. Merpati memiliki satu pasangan seumur

mendengar nama toko roti

menjadi Bread Love tidaklah

katakana Bread Love, terdengar enak

 

mendarat di bibir

Love …,” tawa Sean disela mencuri cium dari

…………………………………

Via tidak berani menanyakan kabar tersebut. Takut akan jawaban Sean yang bisa melukai hati. Di kantor, kantin, bahkan koridor hotel percakapan akan pernikahan Sean dan Evelyn tidak lagi terbendung. Semua orang seakan tidak ketinggalan menyebar berita yang Via yakini tidak sepenuhnya

kata Keiza saat mereka ke resepsionis untuk menyerahkan lembaran

Via dengan senyum tipis di bibir

cerita, aku siap

kasih pada Keiza yang terdengar peduli. Langkahnya pun terhenti ketika melihat Sean bersama rombongan Executive lainnya lewat di hadapan mereka. Pria itu terlihat sibuk berbincang

sosok Sean Reviano di siang hari bukanlah Sean Reviano miliknya yang di malam hari. Sikap pria itu bertolak belakang, layaknya memiliki dua kepribadian. Siangnya Sean adalah sosok

wanita tidak tergila-gila padanya,” bisik Keiza sembari menunjuk Sean

membalas; “Dia memang sempurna,

menghela napas,

Siapa pun dia, semesta menghadiahinya pria paling sempurna di bumi. Penyayang, perhatian, tahu memuaskan wanita di ranjang, walau memiliki hati sedingin salju, tetapi sosok Sean Reviano tidaklah mudah untuk dibandingkan atau

…………………………………………..

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255