BAB 15 I Kotak Cincin Dalam Laci 

Apartemen yang baru saja Sean masuki terasa dingin. Tidak lagi tercium aroma mentega dan manis kue panggangan yang dulu pernah menjadi kenangan.

Langkah Sean begitu berat saat melintasi ruang tengah. Sengaja dia tidak menghidupkan lampu dan membiarkan suasana menjadi suram.

Untuk apa? Bukankah jejak Via sudah hilang sepenuhnya.

Kaki Sean melangkah menuju kamar. Dia membaui udara, menghirup keharuman Via yang tersisa, tetapi indra penciumnya tidak menangkap apa-apa, menjadikan Sean kecewa. Matanya nanar menatap ranjang yang kosong.

Sean berjalan mengitari ruangan yang pernah Via tempati. Tangan Sean menyentuh setiap benda yang mungkin terdapat sidik jari Via. Tidak luput pula permukaan kasur yang sepreinya baru saja diganti.

Hatinya kecewa, karena hanya dingin yang Sean dapat dari setiap jamahan di sana. Sepertinya Daren benar; lupakan Via dan semua kenangan mereka. 1

Tetapi, melupakan sosok Viania bukanlah hal mudah. Ada sesuatu pada gadis itu yang seolah mengikat Sean hingga membutakan logika.

Bagai puzzle, Via adalah satu potongan kunci yang melengkapi keseluruhan cerita.

Perhatian Sean beralih pada laci meja rias. Dia mengintip isinya dan menemukan ponsel Via yang mati. Matanya hanya menatap benda itu tanpa niat untuk menyentuh.

Sean merogoh saku celana. Sebuah kotak berwarna merah dari kain beludru berada dalam genggaman. Dia membukanya, dan sebuah cincin berlian berdesign elegan memamerkan kilau tatkala diterpa cahaya purnama yang mengintip dari balik jendela.

Sebelum dia pulang ke rumah orang tua, Sean memesan cincin itu. Sengaja dia design sepenuh hati dengan tangan sendiri. Belum sempat dia berlutut, Via pergi dengan tega. Meninggalkan Sean hingga bertanya-tanya. Apa salahnya? 1.

Kotak berlian itu menutup kembali sebelum Sean melemparnya dalam laci lemari, bersebelah dengan ponsel Via yang mati. Sean tutup rapat laci itu, bertekad melupakan. Dia berharap, ini kali terakhir menginjakan kaki di sana. 2

Sudah saatnya dia menjalani hidup tanpa Via membayangi. Waktu berkabung sudah lama berakhir, ini saatnya Sean bangkit kembali. Melupakan kenangan mereka yang seharusnya berakhir di hari Via pergi.

Sebuah mobil mustang berwarna marun memasuki halaman. Willow dan Via melihat jendela secara bersamaan.

“Kurasa Asher sudah menemukan mobil yang kau cari,” kata Willow sembari menyambut sepupunya di depan pintu.

Via ikut menyambut Asher yang tersenyum ketika menatap pada kedua wanita itu.

yang dijawab dengan dengusan

kau bilang?” tanya Willow, menunjuk mustang berwarna

Dia mengeluarkan kunci dari saku celana dan memberinya

memeriksa mesin mobil itu. Bila

dan memberi Asher

senin kau bisa mulai bekerja. Ini jadwal dan juga tugas harianmu selama di Cherry Blossom,” kata Asher sembari menyodorkan selembar kertas

nama penginapan milik pria di hadapannya, Via menyembunyikan senyum. Dia tidak mengira Asher

menertawai dalam hati saat mendengar nama pilihan

mengikat wisatawan. Kunamai Cherry Blossom

Willow menepuk bahu Asher

Cherry Blossom memang indah, tetapi aneh bila keluar

delikan tajam dari wanita di sebelahnya, Asher pun membalas dengan delikan sama. Berani sekali Willow menghina penginapan yang Asher besarkan sejak masih bernetuk hamparan ilalang. Susah payah dia bangun dengan cucuran keringat, lalu memberinya

 

kau semakin mirip dengan grandma,” ujar Asher yang langsung mendapat pukulan di bahu. “Aku hanya mengantar mobil ke sini,” katanya

bila dia meninggalkan mobil di sana saat terdengar suara kendaraan yang melintas di

Asher sembari menunjuk mobil berwarna hitam yang terparkir

Willow dapat melihat salah satu teman dekat Asher

ingin kau berikan kue buatanku untuk

Willow menghilang

dan teman-temanmu sangat suka makanan manis,” kata Via sembari mempersilahkan Asher

canggung begitu Via mengajaknya ke

hampir lupa mengucapkan terima kasih,” lanjut Via yang merapikan buku rajutan serta beberapa

lucu, Asher pun mengambil

Asher sembari memperhatikan sepatu rajut yang hanya muat

mengulas senyum. Dari lengkungan bibir wanita itu, Asher tahu Via tidak benar-benar tersenyum. Bahkan senyumnya tidak menyentuh mata,

kekecilan. Ini kali pertama aku menjahit sesuatu,” jelas

tak percaya ketika mendapati gunungan produk

… itu semua?” tanya

yang baru saja kembali dari dapur tertawa melihat ekspresi sepupunya. Dia mendengar percakapan

dản mengulang lagi

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255