Pada hari di mana Selena Bennett didiagnosis menderita kanker lambung, Harvey Irwin sedang menemani kekasihnya yang ingin melakukan tes kesehatan untuk putranya.

Di koridor rumah sakit, Lewis Martin yang memegang laporan biopsi berkata dengan wajah yang serius, “Selena, hasilnya sudah keluar, tumor ganas stadium 3A. Jika operasinya berhasil, persentase yang kamu miliki untuk bisa bertahan hidup selama 5 tahun mencapai 15-30%.”

Jari-jari ramping Selena menarik tali bahu tasnya dengan erat. Dengan wajahnya yang agak pucat dan tampak serius itu, dia bertanya, “Kak, berapa lama aku bisa hidup tanpa operasi?”

“Setengah tahun hingga satu tahun, setiap orang berbeda-beda. Dalam kasusmu ini, lebih baik kamu melakukan dua tahap kemoterapi sebelum operasi, agar kamu dapat menghentikan risiko penyebaran dan metastasis.”

Selena menggigit bibirnya dan berkata dengan ekspresi sedih, “Terima kasih.”

“Untuk apa kamu harus berterima kasih padaku? Aku akan mengatur agar kamu dirawat di rumah sakit.”

“Tidak perlu, aku tidak berniat melakukan pengobatan. Aku tidak akan sanggup bertahan.”

Saat Lewis masih ingin mengatakan beberapa patah kata lagi, Selena dengan hormat membungkuk padanya sambil berkata, “Kak, tolong bantu aku merahasiakan hal ini, aku tidak ingin keluargaku khawatir.”

Keluarga Bennett sudah bangkrut. Selena saja sampai bersusah payah menanggung biaya yang tinggi untuk ayahnya. Selena hanya akan menambah derita keluarganya jika sampai memberi tahu mereka tentang kondisinya.

Lewis dengan menghela napas dengan perasaan tak berdaya, lalu berkata, “Kamu tenang saja, aku akan menjaga rahasia ini dengan baik. Kudengar kamu sudah menikah, suamimu … ”

“Kak, tolong bantu jaga ayahku. Aku pergi dulu, masih ada urusan.”

Selena sepertinya sangat enggan untuk membicarakan topik ini. Dia sudah berjalan pergi sebelum Lewis sempat bereaksi.

dari universitas. Mantan mahasiswi jenius di sekolah kedokteran itu mengalami keadaan yang

mengurusi perawatan ayahnya dalam dua tahun terakhir. Bahkan ketika penyakitnya sendiri kambuh, yang mengantarkannya ke

ketika kekasih Harvey pulang dari luar negeri dalam keadaan hamil. Pada saat yang bersamaan, Selena yang juga

Selena yang sama-sama terguncang pun melahirkan secara prematur pada saat

hari ketujuh setelah kepergian anaknya, Harvey

sendiri, dia merasa sudah tidak

menelepon Harvey. Setelah berdering tiga kali, suara Harvey yang

kondisi penyakitnya pada Harvey. Suara Agatha tiba-tiba

mata yang dari tadi ditahan oleh Selena, akhirnya jatuh juga. Selain kehilangan anak, rumah tangganya juga hancur. Sedangkan Harvey malah membangun sebuah keluarga baru dengan

dan memelas seperti dulu. Terdengar kata-katanya yang sayu, “Harvey,

yang ada di ponsel itu terdiam sejenak, lalu terdengar tawa dingin. “Selena, trik apa

mata dan berkata dengan tenang, “Harvey, aku akan menunggumu

telepon, saking lemasnya, Selena yang menyandarkan badannya di dinding sampai terjatuh. Air hujan yang deras di luar koridor pun masuk karena tertiup angin hingga membasahi tubuhnya.

melakukan perang dingin selama satu tahun dan enggan untuk bercerai. Kenapa hari ini

yang turun di luar, Harvey pun segera

mau ke mana kamu?” Agatha mengejarnya sambil menggendong anak mereka. Namun, yang terlihat hanyalah sosok Harvey yang berjalan semakin menjauh. Wajah yang

sialan, ternyata masih belum menyerah juga,” ujar Harvey

pernikahan mereka. Dia mengira Selena akan menyuguhkan satu meja penuh hidangan favoritnya dan menunggunya pulang.

baru pukul enam lewat

melirik bunga yang layu di atas

ini, dia pasti akan membuangnya. Jadi hanya ada satu

masuk, Selena melihat seorang pria dengan postur tubuh yang tinggi sedang berdiri di samping meja dengan mengenakan setelan jas. Begitu pemilik wajah tampan yang sedingin es itu

berlari menerjang hujan lebat setelah turun dari bus, merasa tubuhnya gemetaran begitu melihat

pergi ke mana?” tanya Harvey

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255