Di malam yang gelap, Selena menuju ke kamar mandi sendirian.

Air panas menghilangkan rasa dinginnya. Dia menggosok-gosok matanya yang merah dan bengkak seraya berjalan ke sebuah kamar. Begitu Selena membuka pintu kamar itu, tampak di depan matanya sebuah kamar anak-anak dengan dekorasi yang penuh kehangatan.

Dia dengan lembut menggoyangkan lonceng. Alunan musik dari kotak musik pun terdengar di dalam ruangan. Lampu yang ada ruangan itu terlihat kuning dan redup. Itu jelas-jelas merupakan pemandangan yang menghangatkan, tetapi Selena tidak bisa menghentikan air matanya yang mengalir dengan deras.

Mungkin ini adalah karma bagi dirinya. Dia telah gagal melindungi anaknya, sehingga Tuhan ingin mengambil nyawanya.

Selena naik ke ranjang sepanjang 1,2 meter dan meringkukkan badannya seperti seekor udang kecil. Air mata dari mata kirinya mengalir ke mata kanannya, kemudian meluncur ke pipinya, membasahi selimut bayi yang ada di bawahnya.

Dia bergumam pelan sambil menggenggam sebuah boneka dengan erat, “Maafkan Ibu, Nak. Ini semua salah Ibu. Ibu tidak bisa melindungimu. Jangan takut, Ibu akan segera menemanimu di sana.”

Setelah kematian anaknya, dia selalu tidak bersemangat, seperti bunga segar yang layu secara perlahan.

Selena memandangi kegelapan malam sambil berpikir, asalkan dia meninggalkan sejumlah uang ini untuk ayahnya, maka dia bisa pergi menemui bayinya.

Keesokan paginya, walau langit belum terang, Selena sudah berpakaian dengan rapi. Dia menunduk dengan wajahnya yang tersenyum sambil melihat surat nikah.

Dalam sekejap mata, sudah tiga tahun berlalu.

Selena secara khusus membuat sarapan yang menyehatkan untuk lambungnya. Meskipun dia tidak akan berumur panjang, dia tetap ingin hidup selama mungkin untuk merawat ayahnya.

Baru saja hendak keluar dari rumah, Selena menerima telepon dari rumah sakit, “Bu Selena, Tuan Arya mengalami serangan jantung mendadak dan telah diantar ke unit gawat darurat.”

“Aku akan segera ke sana!” serunya.

Selena langsung bergegas menuju ke rumah sakit. Operasinya masih belum selesai. Dia menunggu di luar ruang operasi dengan mengepalkan kedua tangannya. Selena telah kehilangan segalanya, satu-satunya hal yang bisa diharapkannya adalah sang ayah bisa hidup dengan baik.

Perawat yang berada di samping menyerahkan setumpuk kertas sambil berkata, “Bu Selena, ini adalah biaya perawatan darurat serta operasi untuk kejadian yang terjadi secara mendadak pada ayahmu barusan.”

ternyata mencapai dua

tiga pekerjaan sekaligus untuk bisa menutupi semuanya. Dia baru saja membayar biaya rawat inap untuk bulan ini. Sekarang hanya tersisa uang sebanyak 10 juta rupiah di dalam kartu ATM-nya, mana cukup untuk

pun berkata dengan dingin, “Kamu di mana? Aku sudah

ada urusan darurat, tidak

dingin sambil berkata, “Sudah kuduga, mana mungkin kamu tiba-tiba mengubah sifatmu? Kebohongan yang kamu karang ini sangat murahan. Apa

aku yang masih tidak terima. Aku mengira kamu melakukan ini padaku karena kamu punya kesulitan yang sulit untuk dijelaskan. Tapi sekarang aku sudah mengerti. Janji pernikahan seperti ini sejak awal tidak diperlukan. Aku rela bercerai denganmu. Aku tidak datang karena penyakit jantung ayahku

sudah mati?” tanya Harvey. Selena merasa aneh, mana

dua ratusan juta rupiah. Bisakah kamu memberikan 20 miliar rupiah dulu kepadaku? Aku berjanji, aku

kamu mengerti. Aku memang paling berharap ayahmu mati. Aku bisa memberimu uang, tapi setelah mendapatkan akta

menghormati ayahnya ketika mereka masih berpacaran. Namun, nada kebencian yang terdengar dari ponsel

mati? Kenapa?” tanyanya

kebangkrutan Keluarga Bennett pada dua tahun yang

“Mana mungkin begitu kebetulan?”

bangkut, tetapi apa kesalahan yang telah diperbuat oleh Keluarga

berpikir. Hal yang terpenting saat ini adalah dia harus mengumpulkan uang dua ratusan juta rupiah untuk biaya

pintu ruang operasi terbuka, Selena bergegas melangkah maju dan bertanya,

bisa melewati kondisi kritis. Tapi secara psikologis dia

menghela napas lega

keadaan koma, Selena bertanya pada perawat, “Kondisi mental ayahku cukup baik,

Tuan Arya juga bilang bahwa dia ingin makan pangsit udang atau semacamnya. Aku pikir hanya perlu sepuluh menit lebih untuk perjalanan pergi dan kembali ke sini. Jadi aku

bertemu dengan seseorang

sebelum aku pergi. Dia bahkan mengatakan kalau kamu menyukai kue apam di Restoran Rindani, sehingga dia juga memintaku untuk membelinya. Siapa yang menyangka tiba-tiba

yang terlihat. Setelah meminta perawat itu agar merawat Arya dengan baik, dia berjalan dengan cepat menuju

Selena, tidak ada yang mengunjungi Tuan Arya pagi

“Terima kasih.”

ya, Bu Selena, apakah biaya Tuan Arya sudah

canggung, Selena berkata, “Aku

taksi untuk bergegas menuju ke

menghubungi nomor ponsel Harvey. “Aku sudah sampai

“Di kantor.”

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255