Bab 235 Bentuk mata Desy Imran sangat cantik, waktu tertawa membawa rasa kedekatan yang kuat.

Wajahnya penuh dengan perhatian dan rasa cemas, dapat dilihat dia benar benar sangat mengkhawatirkan kesehatan Daniel Saputro.

Tetapi yang tidak dipahami oleh Samara adalah...... 

Di Kota Lira Daniel mempunyai nama yang sudah busuk, dan umurnya sudah hampir 60 tahun, jika dibandingkan Desy mungkin ada selisih 30 tahunan lebih, mana mungkin Desy rela dan dengan sepenuh hati mencintai Daniel, pria tua yang tangannya telah berlumuran darah? 

Sambil mengunyah daging kepiting di mulutnya, pikiran Samara merambah kemana mana.

 

Desy menemaninya makan, mungkin karena Samara bersedia datang untuk mengobati pasien sehingga membuat perasaannya menjadi senang dan dia makan cukup banyak. 

Selesai makan. 

Desy tertawa kepada Pengurus rumah tangganya: “Pak Damar, semua disini saya serahkan kepadamu, masih ada yang perlu saya bicarakan secara pribadi dengan Tabib Wijaya.” 

Pak Damar menunduk: “Baik, Nyonya.” 

Desy merangkul pundak Samara dan berjalan bersama sama. 

Kali ini tangannya sudah agak hangat dibandingkan tadi, tidak berbeda dengan suhu tubuhnya sendiri. 

“Nyonya Saputro..... 

“Tabib Wijaya, panggil saya Desy saja?” Dia tertawa dengan anggun, “Sebenarnya saya lebih suka orang memanggil nama saya.” 

siapa sehingga berhasil membobol kode rahasia

kepalanya sambil berpikir, “Sebenarnya dia tidak bersedia membantu, tetapi

Samara pernah mendengar

organisasi pemerintah yang penting, perusahaan perusahaan, dan mempunyai nama yang terkenal dikalangan peretas, tetapi diumur 30 tahun setelah menikah, dia sudah berhenti

mengharapkan dapat bertanding dengannya, tetapi tidak berdaya karena Tuan Laurens ini tidak sudi menunjukkan diri.

Dan sekarang–––—– 

Desy mengungkapkan mengundang Tuan Laurens membantu,

hatinya semakin besar, tetapi dia hanya bisa mengikuti

di sebuah kamar.

membuka pintu kamar dengan menggunakan sidik jari, dan membawa Samara masuk

Wijaya, silahkan masuk.”

 

mengikuti Desy masuk kedalam, dia terpaku dengan pemandangan

kata kata yang ingin diucapkan tersangkut di tenggorokan, sepatah katapun

Dia melihat——- 

Saputro sedang duduk di lantai dengan baju compang camping, wajahnya tampak penyakitan, bajunya dikotori oleh banyak bekas darah, di tubuhnya masih terpasang sebuah

Detik ini...... 

tiba tiba dia sudah dapat menilai.

memaksanya menunjukkan diri, pasti bukan untuk mengobati pria yang seperti binatang ini,

“Desy, dia....” 

telah mencelakai banyak orang, menghasilkan banyak uang haram, dia sama sekali tidak lavak untuk ditolong. Dia memang seharusnya

wajahnya selalu tersenyum, ini barulah pertama kali dia melihat matanya mengandung rasa benci yang

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255