BAB 11 I Kenapa Proyek yang diberikan oleh ayahnya, membuat Sean menunda kepulangan ke New York Awalnya dia kesal karena harus menghabiskan waktu lebih lama di Blueberry dan Michigan. Untung saja Evelyn selalu menemani di saat dia bosan seharian menatap layar komputer.

“Kau tidak ingin makan malam bersama?” tanya Evelyn yang berjalan di sebelah.

Mereka menikmati udara sore di dekat taman yang tidak jauh dari rumah.

“Bukankah setiap malam kita selalu makan malam bersama?” tanya Sean mengingat kembali sesi makan malam setiap hari. Jika bukan di acara gala, maka kedua orang tua mereka akan menyuruh untuk pergi berdua makan di luar, tidak jarang keluarga mereka mengadakan makan malam di rumah.

“Tapi kau bilang malam ini tidak ingin keluar, kita makan di apartemen pribadimu saja,” tawar Evelyn yang dipertimbangkan Sean. 1

“Tidak … tidak, kita bisa makan di luar,” jawab Sean membalik tawaran.

“Tidak masalah, selagi kita menghabiskan waktu bersama. Kau sangat sibuk jadi jarang pulang, apa kau tidak memikirkanku?” sungut Evelyn saat mereka menyeberang jalan.

Sean menuntun wanita itu, karena Evelyn tidak pandai menyeberang sendiri.

“Kau juga sibuk pemotretan, jangan salahkan kesibukanku,” bela Sean.

Keduanya sedang berjalan menuju apartemen saat Sean mendapati dua papparazi bersembunyi di dalam mobil SUV merah.

“Ada papparazi mengikuti,” katanya menunjuk dengan dagu ke arah kamera yang tertuju pada mereka. 1

Evelyn tampak acuh dan bahkan berpose manja di lengan Sean.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Sean kebingungan.

“Biarkan saja, mereka hanya sedang bertugas. Aku kan model terkenal, mereka pasti ingin tahu aku jalan dengan siapa. Anggap saja orang-orang itu tidak ada.”

Sean hendak melepas genggaman Evelyn tetapi wanita itu semakin mengeratkan cengkraman.

“Kalau kau lepas, aku yang malu. Berita seorang Evelyn ditolak pria di tengah jalan bukanlah berita lucu. Reputasiku bisa rusak. Mainkan saja perannya, lama-lama mereka juga capek

sendiri,” bisik Evelyn dengan wajah mengulum senyum. Seolah tidak sedang terjadi apa-apa.

Sean menghembuskan napas, dan menyunggingkan senyum tipis pada wanita itu.

S

.

lapar,” rengek Evelyn sembari menggelayut manja, menyeret Sean

dalam apartemen itu saat Sean teringat dia lupa mengaktifkan ponselnya yang satu lagi. Jika diingat sudah lebih seminggu dia tidak

dulu sebelum kita makan di luar,” kata Sean mempersilahkan Evelyn duduk di sofa. Dia mengambil ponsel yang terabaikan selama seminggu lebih di

akhirnya dia membiarkan dan meletakan ponsel itu kembali di meja, sebelum berlalu menuju kamar untuk bersiap ke luar. Saat Sean kembali berada di ruang tengah setelah mengganti baju, Evelyn terlihat sedikit pucat. Wanita itu bahkan menggigit kuku

gelisah.

kebingungan. Padahal tadinya

suara Sean yang tiba-tiba. Mata Evelyn membulat melihat Sean yang berdiri di belakang. Dia tampak berpikir keras hingga

… mungkin karena belum makan sejak siang, perutku sedikit sakit,” kata Evelyn dengan suara

berubah lembut. Dia

kau katakan sejak tadi, Eve. Bibi bisa memarahiku jika kau pulang dalam keadaan sakit,” kata

aneh pada ponsel yang bergeser dari tempat semula. Tanpa memikirkan lebih jauh dia pun

dia

ada demonstrasi. Sean yang biasanya sabar menjadi orang paling tidak bisa diam. Berkali-kali dia mengumpat dan menyuruh supir pribadi untuk menambah kecepatan, padahal

melangkah terburu buru dan menaiki lift tanpa menoleh sekitar seperti biasa

depan apartemen, Sean membuka kunci dengan miliknya pribadi. Hari sudah mendekati malam, jam segini biasanya Via sedang memasak makanan. Seharusnya

tempat itu didiami seseorang. Bahkan Ac dan lampu yang seharusnya

 

Rapi walau sedikit berdebu. Alisnya bertaut bingung, hingga jantungnya berdetak kencang. Dia menjauhi pikiran buruk, berharap Via

Sean walau sadar tidak akan ada jawaban. “Via?” panggilnya lagi

itu juga kosong, seprei dan bantal tersusun rapi seperti biasa, namun yang janggal hanyalah meja rias. Kosong tanpa satu pun

ini Sean melangkah buru-buru. Dia memeriksa semua lemari dan hatinya terhenyak mendapati tidak satu baju pun tergantung di sana. Bahkan dua koper besar

pasti ke suatu tempat,” gumam Sean sembari mengeluarkan ponsel yang biasa berkomunikasi

tidak dapat dihubungi, cobalah

di ujung

orang-orang terdekat wanita itu. Sean hanya tahu Ibu Via yang sakit tetapi baru saja meninggal beberapa waktu lalu, sayangnya saat itu dia sedang berada di Jepang sehingga

yang mungkin saja masih

baru ingat punya sahabat dan menghubungi sekarang?” sindir

sedang ingin bermain-main, aku butuh

suara.

nada panik walau sedikit dari suara Sean,

apa? Sesuatu yang

ya bisa juga tidak,” jawab Sean ambigu. Dia tidak tahu harus mengkategorikan situasi bagaimana. “Bisakah

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255