BAB 12 I Berita Di Televisi 

Melihat bangunan tua bercat cokelat di depannya, Via pun menoleh pada Disya yang jalan lebih dulu menuju halaman rumah pertanian tua di salah satu desa yang cukup jauh dari kota, terkesan terpencil dari keramaian. Sejauh mata memandang, Via hanya melihat satu dua rumah dengan model sama. Tidak hanya itu, sepanjang jalan ke sana Via menemukan beberapa kuda berkeliaran di halaman luas dikelilingi pagar putih dengan pohon apel tumbuh berjajar.

“Apa kau yakin ini tempatnya?” tanya Via, menatap bangunan dengan cat dinding sebagian mengelupas.

“Nana mewariskan rumah peternakan ini. Kau tahu aku tidak berasal dari keluarga kaya. Ini adalah satu-satunya harta yang kumiliki selain apartemen di New York.” Disya berhenti lalu menoleh pada Via yang masih mematung sejak kedatangan mereka, enggan melangkah lebih jauh. “Masuklah.”

Sekali lagi Via menatap bangunan tua tersebut sebelum memutuskan ikut masuk ke dalam, menyusul Disya yang lebih dulu di depan.

Tidak seperti tampilan luar, ruangan di dalam jauh lebih terawat, bahkan tidak terlihat debu di sekitar. 1

“Apa ada yang tinggal di sini?” tanya Via sembari ikut menjelajah sekitar.

“Aku meminta beberapa orang yang kukenal di desa untuk membersihkan sebelum kita tiba,” jawab Disya mengakui. 1

Via menatap sahabatnya penuh terima kasih, setidaknya dia memiliki tempat sementara untuk menenangkan diri.

“Aku berhutang banyak padamu,” bisik Via dengan mata berlinang air mata. Disya mendekat dan menggenggam tangan Via yang dingin karena udara luar. Musim gugur segera berakhir, tidak lama lagi musim dingin tiba. Melihat tubuh rapuh Viania, Disya merasa tidak tega meninggalkan gadis itu sendiri di rumah tua.

“Hanya ini yang bisa kulakukan. Kau juga banyak membantu saat aku dalam kesulitan,” bisik Disya menggamit tangan Via menuju perapian. Rumah itu belum dipasang penghangat ruangan, menambah daftar kekhawatiran Disya pada Via yang akan tinggal sendiri.

Keduanya memutuskan untuk menikmati cokelat panas sembari menghangatkan tubuh.

Tanpa sadar Via mengelus perut datarnya. Wajah Via menggambarkan kekhawatiran akan masa mendatang.

“Apa kau pikir aku bisa menjadi ibu yang baik?” tanya Via dengan tangan gemetar mengusap kulit halus pada perut yang belum menunjukan tanda-tanda kehamilan. 1

Disya menyentuh lengan Via lembut; “Kau akan jadi ibu yang luar biasa, anak ini beruntung

memiliki ibu seperti dirimu.”

Keduanya melempar senyum dan menyesap kembali minuman yang mulai dingin.

Esok pagi Disya memutuskan kembali ke New York. Dia berat meninggalkan Via dengan seorang wanita muda yang akan membantu urusan di rumah tua. Setelah diskusi malam tadi. Disya meminta salah satu kenalan di desa untuk menemani Viania sementara.

“Willow, aku menitipkan Via padamu,” ucap Disya sembari menenteng tas sandang menuju mobil terparkir di halaman.

Via memeluk Disya yang hendak berangkat, sedang Willow memerhatikan keduanya dari undakan tangga.

Harper akan baik-baik saja bersamaku di sini,” Willow

dari pandangan, menyisakan debu jalanan

sebaiknya kita masuk

ke dalam rumah dengan langkah hati-hati. Wanita muda itu menyalakan perapian, menambah kayu

boleh mengepangnya?” tawar Willow saat Via terlihat tidak merespon

hanya mendapat anggukan dan pandangan

Apa air di kota membuat semua wanita terlihat semakin cantik? Membuatku iri

dan menggeleng pelan mendengar kepolosan gadis

Semua wanita itu cantik, hanya

dan juga dirimu memiliki kecantikan yang tidak dimiliki gadis di desa. Sangat berkelas. Aku hanya iri ketika melihat kalian berdua, membuatku

besar, merantau ke kota dan memulai hidup baru sebagai

senaif itu. Sekarang lihatlah dia, terpuruk di lubang paling dalam, jauh dari impian dan cita-cita masa remaja dan

antah berantah,

dari lejamnya kota besar. Willow. Jika tuhan memberiku kesempatan kedua, aku ingin memutar waktu dan membuat diriku untuk memilih untuk tetap di desa dimana aku dibesarkan. Jauh lebih baik daripada harus hidup seperti ini, tanpa kepastian

gulatan emosi. Sungguh, dia sangat ingin untuk lupa, tetapi baru beberapa hari

kepala Via

sudah membuatmu menangis Miss

Kepala Via menggeleng pelan.

mungkin bawaan bayi ini,” ujar Via berusaha menaikan suasana.

 

bangkit dari kursi. “Akan kubuatkan cokelat

menghilang menuju dapur. Saat itulah Via baru bisa menghela napas, mengatur perasaan yang berantakan. Hidupnya sudah kacau, dia tidak ingin menambahnya dengan mengingat yang

datang kembali dengan nampan di tangan. Aroma dari dua cangkir

Willow sembari meletakan nampan di atas meja, lalu menghidupkan televisi dan

sandwich dan cokleat panas buatan Willow yang nikmat, tidak sadar sejak tadi

office di rumah singgah yang

meletakan gelasnya

aku tidak ingin memakainya, jadi aku butuh kerjaan untuk membiayai hidup

membiayai persalinan dan juga kebutuhan bayinya sampai berusia lima tahun, tetapi dia tidak ingin menghabiskan uang tersebut karena untuk berjaga-jaga. Saat ini dia hanya

dia alami saat masih kecil. Dia tidak akan membiarkan itu terjadi. Dan dia juga tidak akan meminta bantuan dari Disya. Sahabatnya sudah banyak membantu,

dia tidak sanggup mendapat caci maki dari sang bibi. Bayi dalam

aku

dengan tidur dan bermalas-malasan, tetapi tentu saja dia tidak

apa aku boleh meminta waktu

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255