Angin sungai yang dingin bertiup ke arahnya terasa begitu dingin, bagaikan pisau yang menusuk ke sumsum tulang. Selena bangkit berdiri dan lanjut mengejar.
Selena meremehkan kondisi tubuhnya saat ini. Baru berlari beberapa meter, dia sudah terjatuh dengan keras lagi. Pintu mobil terbuka kembali, sepasang sepatu kulit buatan tangan yang mengkilap berhenti di depan Selena.
Pandangan Selena perlahan-lahan menyusuri celana panjang pria yang lurus itu, hingga akhirnya dia menatap mata Harvey yang dingin.
“Har … ” ucap Selena dengan lemah.
Sepasang tangan dengan urat yang terlihat jelas mendarat di tubuh Selena. Dalam seketika, Selena seperti melihat pemuda berpakaian putih yang pernah memukau dirinya di waktu dahulu. Dia pun tanpa sadar mengulurkan tangan kepada pria itu.
Saat tangan mereka saling berpegangan, Harvey dengan kejam melepaskan genggaman tangannya. Dia telah memberi harapan kepada Selena, tetapi dengan kejam menariknya kembali, hingga membuat tubuh Selena yang baru saja bangkit berdiri, kembali jatuh ke tanah dengan keras.
Selena semula tidak terluka. Pada saat terjatuh, telapak tangannya tepat mendarat di pecahan kaca yang ada di atas tanah. Darah yang berwarna merah mencolok itu pun mengalir dari telapak tangannya.
Harvey menyipitkan matanya, tetapi tidak melakukan apa pun.
Selena tiba-tiba melamun. Dia teringat dulu ketika jarinya terluka sedikit saja, dia dibawa ke rumah sakit oleh Harvey saat tengah malam.
Dokter yang bertugas bahkan tertawa dan berkata, “Pak, untung saja Bapak datang lebih awal. Kalau terlambat, pasti lukanya sudah sembuh sendiri.”
Pria yang ada di dalam ingatannya itu terkesan sangat berbeda jauh dengan pria yang ada di depannya saat ini. Alis dan matanya masih sama seperti dulu. Namun, yang berbeda adalah perhatiannya yang telah berubah menjadi sedingin es.
Harvey berkata dengan nada bicara dingin dan tanpa perasaan, “Selena, kalau orang lain tidak paham, itu wajar. Tapi mana mungkin aku tidak memahami dirimu? Dulu kamu masih bisa jungkir balik setelah berlari sejauh 1.500 meter, tetapi sekarang kamu sudah terjatuh hanya setelah berlari beberapa langkah?
Pandangan Harvey pada Selena penuh dengan penghinaan, seakan-akan ada pedang dingin yang menggores-gores tubuh wanita itu.
Selena menggigit bibirnya yang pucat dan menjelaskan, “Bukan. Aku tidak membohongimu. Aku hanya sedang sakit dan merasa … ”
selesai penjelasan itu disampaikan, pria tinggi itu sudah membungkuk, lalu mengangkat dagu Selena. Jari-jari kasarnya membelai bibir Selena yang kering sambil berkata, “Memang seperti buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya, kamu sama seperti ayahmu yang sangat munafik. Demi sedikit uang, kamu rela memainkan sandiwara yang
angin yang dingin. Kata-kata itu menikam hati
melakukan hal yang terpuji dalam hidupnya, aku yakin dia tidak akan pernah melakukan hal
ingin berdebat dengan Selena tentang hal ini. Dia mengeluarkan selembar cek dari dompetnya, lalu mengisinya
“Mau?”
Jumlah itu cukup besar, setidaknya bisa membuat Selena
jelas-jelas tidak sebaik itu, sehingga Selena pun
“Syaratnya?”
bergumam di samping telinga Selena, “Asalkan kamu mengatakan bahwa Arya lebih hina
menampar Harvey. Namun, Harvey berhasil menangkap pergelangan
bicaranya yang menjadi lebih keras lagi, “Kenapa? Kamu tidak mau? Kalau begitu, biarkan dia mati di rumah sakit saja. Aku sudah memilihkan tempat
menjadi seperti ini?” tanya
seumur hidup dan tidak akan membiarkannya menangis ini, sepertinya hanya ada di dalam sebuah mimpi. Sekarang air matanya hanya
wajah Harvey, tetap tidak tampak sedikit pun kehangatan. Hanya
Selena, lalu perlahan-lahan merobek
bertindak seperti orang yang
Selena yang hancur berkeping-keping, akhirnya berubah menjadi kupu-kupu yang beterbangan di
Selena dengan panik mencoba untuk mengumpulkan sobekan-sobekan kertas itu. Air matanya
terlihat panik seperti anak kecil yang
dan pergi. Saat akan naik ke mobil, dia mendengar suara benturan keras.
Alex, tampak cemas. “Pak Harvey, Nyonya sepertinya pingsan, apakah
menatap Alex dengan dingin dan
sudah lama bekerja untuk Harvey. Dia tahu bahwa dulu Harvey sangat mencintai sang nyonya.
jadi Alex pun tidak berani banyak bertanya. Dia hanya bisa mengemudikan mobil dengan
wanita yang tidak mampu bangkit berdiri itu melalui kaca spion. Ekspresi menghina di wajahnya tampak
tidak bertemu, Selena malah makin
sudah memintanya berlatih berbagai macam olahraga sejak kecil untuk memperkuat tubuhnya. Hal ini
Taekwondo, mahir dalam kickboxing, dan bertenaga
yang
Update Bab 6 of Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat
Announcement Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat has updated Bab 6 with many amazing and unexpected details. In fluent writing, In simple but sincere text, sometimes the calm romance of the author Jus Alpukat in Bab 6 takes us to a new horizon. Let's read the Bab 6 Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat series here. Search keys: Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat Bab 6