Bab 221 

Melihat kondisi Samara yang begitu mengenaskan, emosi Ellen mulai reda sebagian. 

“Kamu dan Kak Widopo adalah dua orang dari dunia yang berbeda! Jika kamu tahu diri, seharusnya cepat cepat meninggalkan dirinya, jangan menghalangi jalan hidupnya!” 

Samara melihat wanita kecil di depannya, sudut bibir kirinya terangkat keatas, matanya memancarkan hawa dingin. 

Dengan pandangan mata dingin dia menatap kearah petugas penjualan yang sedang terkejut, dan berkata dengan pelan: “Berikan sebotol air mineral kepada saya.” 

 

Jelas jelas dia adalah pihak yang disakiti, tetapi seluruh tubuhnya memancarkan wibawa yang dingin dan tegas, sepasang matanya ibarat kristal yang jernih dan berkilau, memancarkan seberkas cahaya yang dapat mengintimidasi orang. 

Mendapat tatapan mata seperti itu petugas penjualan tanpa sadar telah terintimidasi dan mengambil sebotol air mineral dan sebungkus tissue untuk diberikan kepadanya. 

Tangan kecil Samara tidak mengambil tissue, malah menerima botol air mineral. 

Setelah dibuka tutup botolnya dia langsung menuang air dalam botol itu keatas kepala Ellen, air langsung mengalir turun kebawah. 

Air mineral ini baru dikeluarkan dari lemari pendingin, sehingga terasa dingin, siraman ini bukan hanya membuat tubuh Ellen basah kuyup, bahkan membuat orangnya menciut karena kedinginan. 

Saat ini…… 

Semua orang terperanjat, bahkan Ellen pribadi juga sama. 

air mineral disiram Samara ke tubuhnya habis,

setelah air

dia melototi sepasang matanya dan berkata: “Kamu….kamu terhitung siapa? Berani beraninya menyiram air ke

air mineral, bulu matanya bergetar: “Sekarang otakmu terlalu panas, suhunya perlu di turunkan. Semua wanita yang muncul di samping Widopo kamu anggap sebagai musuh, apakah Nona

“Maksudmu adalah….” 

Samara berkata dengan tenang, “Jika masih ada lain kali, akibatnya

“Kamu….kamı…..” 

basah kuyup, penampilannya tidak kurang mengenaskan dibandingkan

 

melihat pandangan matanya yang mulai terbakar emosi, dengan langkah ringan dia

ini bisa dikatakan terkena

masih mengira Tuhan mengasihinya, sehingga dia mendapatkan sebiji Buah

Rupanya—— 

tidak begitu mudah dapat ditukar.

Samara berjalan keluar, dia

tubuh Samara, lalu melihat wajahnya dingin bagaikan es: “Kamu kenapa? Siapa

dingin sambil menyipitkan mata: “Saya sudah menemani kamu makan, hadiah juga sudah dipilih, Buah Darah Ular yang sudah kamu janjikan jangan lupa

dingin, Widopo menggenggam pergelangan tangannya: “Perempuan kecil, saya sedang bertanya kepada kamu! Sebenarnya

terlampiaskan, karena terus menerus didesak ol Widopo, dia

“Kamu—–” 

“Apa?” 

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255