Bab 222 

Widopo menatap Ellen yang berada di depannya dengan pandangan cuek. 

“Ellen, sejak kapan kamu menjadi tunangan saya, kenapa saya tidak tahu?” 

Ellen menangis terisak isak: “Kenapa bukan? Keluarga kita sudah menyetujui, disampingmu tidak ada wanita lain selain saya. Apakah demikian saya masih belum bisa terhitung tunanganmu?” 

Widopo menutup matanya, pelan pelan berkata: “Ellen, kamu bukan tunangan saya, dari dulu kamu bukan pasangan yang ingin saya nikahi, dulu bukan, sekarang bukan, yang akan datang juga tidak mungkin adalah kamu. Saya mengizinkan kamu berada di sisi saya, hanya karena saya menganggapmu sebagai adik saja, saya tidak ada pandangan yang lain terhadapmu.” 

 

Kata kata Samara hanya membuatnya merasa tidak nyaman. 

Tetapi kata kata Widopo, seperti sebuah bom atom yang meledak dan menghancurkan hatinya. 

“Kak Widopo, kamu tidak boleh perlakukan saya seperti itu.” Ellen tidak peduli dengan pandangan para pegawai toko disana, dia langsung menangis terisak isak, “Saya begitu mencintaimu, dan sudah membuat keputusan hanya akan menikah denganmu. Apakah karena saya menyakiti wanita itu sehingga kamu merasa saya jahat? Saya bisa minta maaf kepadanya, memohon dia memaafkan saya, tetapi mohon kamu jangan berkata seperti itu lagi!” 

“Ellen, apakah kamu sanggup melakukan jika saya menyuruh kamu untuk tidak menyukai saya?” 

“Saya tidak sanggup….saya sama sekali tidak sanggup.” Air Mata telah membasahi pipinya. 

“Kalau begitu sama juga…..” dengan suara dingin Widopo berkata, u suruh saya mencintaimu, saya juga tidak sanggup. Saya sudah memiliki orang yang saya cintai, tetapi orang itu bukan kamu.” 

pisau, tangan kecilnya masih terus menarik ujung

dengan wajah tanpa perasaan, dari awal sampai akhir tidak ada kata kata yang menenangkannya.

tegas

gara

tahu wanita yang wajahnya penuh flek itu

sepenuh hati hanya ingin

menyebabkan dia kehilangan seluruh

 

dia bersumpah, jika tidak bisa mendapatkan Widopo, wanita itu juga jangan

dia akan membuat wanita itu masuk neraka!

Angin malam dingin. 

dia merasa kelelahan terutama hatinya, setelah diguyur hujan dia juga diguyur kopi.

tiba tiba

yang menelepon, dia berusaha untuk tetap

“Halo, kesayangan kecilku——” 

berada di mobil paman Wilson, Oliver dan Olivia

mengkerut, Oliver dan Olivia di jemput pulang ke kediaman Costan adalah hal yang biasa, tetapi mengapa

baru berkata dengan

.” Javier ingin 

itu, hati Samara seperti tercabik, tiba tiba menjadi

film, disisinya paling tidak masih ada

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255