Bab 223 

“Siapa?” 

Samara mengangkat wajah kecilnya, sudutnya matanya masih ada bekas airmata. 

Diikuti suara “Tik tek—–“, lampu di beranda depan telah hidup, wajah tampan Asta tiba tiba muncul di hadapannya. 

Penampilan lelaki itu sangat menonjol, matanya dalam dan hitam bagaikan tinta, wajahnya tampan luar biasa, dia memakai setelan berwarna hitam yang semakin menunjukkan penampilannya yang elegan. 

 

Samara tidak terbiasa menunjukkan kerapuhannya di depan orang lain, dengan terburu buru dia bangkit dari lantai. 

“Rupanya kamu?” 

Samara ingin menutupi kerapuhannya, tetapi tampangnya waktu menangis di tengah kegelapan tadi mungkin sudah dilihat oleh lelaki ini. 

Perasaan ketika kepergok sedang menangis, sama dengan perasaan ketika bajunya ditanggalkan orang. 

“Asta, kenapa kamu bisa berada di rumah saya? Tidak membuka lampu lagi? Bersembunyi di kegelapan sambil melihat tampang saya yang mengenaskan apakah sangat menarik bagimu?” 

Samara tidak tahu mengapa, terhadap Asta dia bisa lancar mengeluarkan unek uneknya. 

tahun

dia 

tetapi selamanya belum tunjukkan

menangis,

kamu sungguh menyebalkan!”

ingin bertemu siapapun, tetapi

Sudah terlanjur berbicara! 

terlanjur menyinggung

kekesalan

orang lain, kali ini dimarahi

berencana melarikan diri jika Asta marah, tetapi setelah ditunggu beberapa saat bukan kemarahan yang dia dapatkan

lalu berkata dengan suara rendah: “Betul! Saya sangat menyebalkan, melihat keadaanmu yang mengenaskan, tetapi saya tidak merasa senang, saya merasa sedih melihat penderitaanmu. Jika kamu sedih, kamu

 

Hati Samara bergetar. 

hati yang tidak ada

dimarahi, Asta

paham dengan kebenaran?”

hitam atau putih?” Asta meraih wanita itu ke dalam pelukannya, lalu menghirup bau obat obatan yang terpancar keluar dari tubuhnya, “Mungkin saja di mata ribuan orang kamu bersalah, tetapi di mata saya, kamu adalah kebenaran. Saya

itu, menyebabkan pipi Samara menjadi merah karena

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255