Bab 472 Negara Tidak Ingin Kami Bercerai

“Pengumuman apa?”

Dendi tertegun sejenak.

Tingkatan kantor catatan sipil pusat jauh di atas kantor catatan sipil mereka.

Biarpun ada pengumuman baru, bukankah seharusnya disampaikan terlebih dahulu pada kantor catatan sipil di atas tingkatan mereka, baru disampaikan kepada mereka? Kenapa malah mereka yang langsung menerima pengumuman baru?

Kecuali menyangkut hal yang sangat penting dan darurat!

“Sebelumnya ada peraturan baru mengenai ‘masa tenang setelah mengajukan perceraian‘ yang akan dikeluarkan oleh negara. Awalnya, peraturan baru tersebut akan diterapkan pada bulan satu tahun depan.”

Dengan memasang ekspresi sangat terkejut, staf itu berkata, “Baru saja, kantor catatan sipil pusat mengeluarkan pengumuman baru yang menyatakan bahwa peraturan itu segera diterapkan!”

“Apa maksudnya ‘masa tenang setelah mengajukan perceraian‘?”

Desi dan yang lainnya tertegun.

“Nyonya Desi, itu artinya mulai sekarang, pendaftaran perceraian nggak bisa dilakukan secara langsung,

melainkan harus terlebih dahulu mengajukan perceraian, satu bulan kemudian baru perceraian bisa

resmi didaftarkan.”

Sambil berbicara, Dendi mencuri–curi pandang ke arah Ardika.

Dia sama sekali tidak bisa menemukan jawaban di wajah Ardika.

Namun, menurut tebakannya, alasan pihak berwenang segera menerapkan peraturan tersebut pasti ada hubungannya dengan Ardika.

Bagaikan seorang penguasa absolut, bahkan peraturan pun harus mengikuti kehendaknya.

kalimat darinya, maka sebuah peraturan

seperti itu bukanlah hal yang sulit dilakukan

Desi

satu

bisa menunggu satu menit lebih

“Xavier ….”

1/3:

mengalihkan pandangannya ke arah Xavier.

sudah sangat jelas. Tentu saja dia berharap Xavier bisa

berkata, ” Pak Dendi, peraturan baru saja keluar, biarpun harus segera diterapkan, lebih cepat satu menit atau lebih lambat satu menit juga nggak akan ada orang yang menuntut.”

perceraiannya terlebih dahulu? Anggap saja aku berutang budi

memang merupakan hal

ini Ardika berada di hadapannya.

berani mengabaikan perasaan sosok tokoh hebat

arah Ardika, tetapi melihat tokoh hebat

tersenyum samar, hatinya langsung

nada bicara profesional, “Maaf, Tuan Muda

“Pak Dendi, kamu!”

menjadi muram dan hendak melampiaskan

muda keluarga kaya.

teringat bagaimanapun juga tempat ini bukanlah tim tempur Provinsi Denpapan. Dia kembali menyunggingkan seulas senyum dan

menolak dengan tegas. “Nggak bisa!”

berubah menjadi

tidak bisa diganggu gugat, dia juga tidak.punya cara lain lagi.

Dendi adalah seorang rakyat yang patuh

Ardika bangkit dan menepuk–nepuk bahu Dendi

yang lainnya. “Bagaimana? Sudah kubilang, ‘kan? Mungkin saja negara kita

kata–kata sindiran yang

menerjangnya dan mencabik–cabiknya!

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255